Alexa

Selasa, 28 Mei 2013

perpisahan

Sore itu, senja mengintip membelah mega
Ku tapaki jejak di atas butir-butir pasir
Debur ombak mengalun syahdu di telinga
Tiupan lembut sang bayu membelai raga

Duplikat malaikat berdiri tegap di sampingku
Gelak tawa sesekali memecah melodi alam
Ia menatapku dengan binar kedamaian
Menegaskan rasa syukur atas masa

Surya kian tenggelam tertelan malam
Sadar akan realita, airmata tiada terjaga
Cita akhirnya menjadi berai
Segala yang biasa kan jadi langka

Mulut bungkam tak lagi bersuara
Hati berteriak dalam diam
Pesan itu sampai walau bukan dalam kata
"aku kan menunggu dengan setia"

Sabtu, 25 Mei 2013

darah lebih kental daripada air

Selamat bermalam minggu para muda-mudi Indonesia :D
Buat yang lagi sakit, ngerjain tugas, gak bisa keluar gegara hujan, atau karena gak ada yang ajak jalan, santai saja malam minggu *ups sabtu malam masih ada di minggu-minggu selanjutnya kok.
***

Check it out!
Ada yang bilang anak bungsu biasanya adalah anak yang paling care dengan keluarganya, terlebih lagi kalo anak cewek. Bener gak sih?
Entah itu bener apa enggak yang jelas aku anak pertama yang bisa dikatakan peduli banget sama keluarga. Yapp mereka adalah bagian terpenting untukku, sudut terindah di hatiku, dan kebahagiaan  sejati dalam hidupku. Memiliki keluarga sempurna dalam kesederhanaan menjadi mukjizat terbesar yang Allah beri sampai saat ini :')

Nah, aku jadi gak habis pikir sama orang-orang yang tega menyakiti bahkan sampai membunuh saudara dan keluarganya sendiri hanya karena kepentingan-kepentingan pribadi. Otak dan hati semacam apa yang dia miliki?

Darah itu lebih kental daripada air! Peribahasa ini menunjukkan sebegitu kuat ikatan persaudaraan yang dilahirkan dari rahim yang sama. Lalu alasan apa yang membuat kita memiliki anggapan "aku adalah aku dan dia bukan siapa-siapa"??

Saat kita tak lagi bersama orang tua, bahkan terpisah oleh keterbatasan dunia dan alam keabadian, seharusnya saudara menjadi orang terdekat yang akan melindungi kita. Siapa lagi yang akan peduli jika bukan seorang kakak pada adiknya? Siapa lagi yang akan mengayomi jikan bukan seorang kakak? Karena orang yang paling dibutuhkan oleh seorang adik adalah kakanya!!

Apa waktu bisa memudarkan keterikatan hubungan persaudaraan juga? Apa dengan semakin beranjaknya kita menjadi dewasa itu membuat keegoisan dan ketidakpedulian kita semakin tinggi? Jika itu benar, apa segampang itu ia melenyapkan kasih-sayang persaudaraan?
Entahlah, tapi yang pasti itu TIDAK BERLAKU untukku!!

"Pernah suatu hari ponakanku Ayen (5thn) dan dan adiknya Iyin (3thn) lagi asyik bermain, kemudian Iyin didorong oleh salah satu temannya sampai jatuh. Spontan, Ayen langsung histeris dan nangis melihat adiknya jatuh"
Itu membuatku sangat terharu. Bahkan seorang bocah 5 tahun saja sudah bisa merasakan keterikatan persaudaraan. Disaat dia belum mampu berpikir selayaknya orang dewasa, dia mampu merasakan lebih peka dari mereka.

Lalu bagaimana dengan Anda yang masih betah mementingkan keegoisan dan mengacuhkan saudara sendiri?

*terinspirasi dari kisah seseorang


Ayen & Iyin



Senin, 20 Mei 2013

ikhlas itu tidak cukup dipelajari, tapi juga harus dilatih

Jika amal diumpamakan sebagai badan, maka ikhlas adalah ruhnya #quote
***
Sebelumnya saya selalu beranggapan bahwa lebih baik tidak melakukan apa apa daripada melakukan sesuatu tanpa keikhlasan.
Tapi jujur saja, prinsip ini justru sering kali saya jadikan alasan untuk membenerakan diri ketika tidak ingin melakukan suatu kebaikan. Sebenarnya prinsip itu tidak salah sih, tapi secara pribadi saya juga tidak bisa mebenarkannya secara sempurna.

Mungkin dari sekian banyak hal baik yang saya coba lakukan, sering kali terselip ketidaktulusan. Penyakit hati yang satu ini sangat sulit bagi saya untuk mengobatinya. Dalam kondisi seperti ini saya biasanya mencoba untuk mempengaruhi pikiran sendiri dengan pikiran-pikiran baik, bahkan diiringi dengan membaca beberapa ayat Kalamullah, tapi tidak jarang doktrin-doktrin negative yang malah lebih unggul menguasai diri. Nah kalo udah kayak gini rasanya gak enak banget, hati terasa tak tenang dan tak nyaman.

Lalu saya mencoba untuk mencari dan membaca beberapa artikel di internet mengenai trik trik agar senantiasa menjadi sosok yang ikhlas, tapi hanya sedikit saja yang bisa saya pelajari dari sana.
Hingga akhirnya saya menyimpulkan sendiri, bahwa "ikhlas itu tidak cukup dipelajari, tapi juga harus dilatih"

Dari sana saya berupaya memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang baik. Meski kadang merasa gak tulus ketika ada yang meminta tolong, saya mencoba untuk mengacuhkan perasaan itu walau tak selalu berhasil , tapi tetap tanpa harus mengorbankan kepentingan dan kebahagiaan pribadi :D
Awalnya susah sih, bahkan hanya untuk hal kecil saja rasanya sulit bangeet tapi kalau dibiasakan InsyaAllah akan semakin mudah.

Lalu muncul pertanyaan, apa bedanya tidak melakukan dengan melakukan tanpa keikhlasan? Bukankah keduanya sama sama tidak ada nilainya bagi Allah?
Kemudian saya mencoba untuk menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan itu.
Ini murni kesimpulan yang saya buat sendiri loh ya!

Ketika kita melakukan sesuatu yang baik maka tidak akan ada yang sia-sia. Niat dan ikhlas adalah landasan utama terhadap penilaian kualitas kebaikan yang kita lakukan. Tapi terlepas dari itu, ada orang yang akan merasa diuntungkan atau bahkan tertolong dengan apa yang kita lakukan tanpa melihat ikhlas atau tidaknya kita. Membuat orang lain senang saja sudah dihitung ibadah oleh Allah, apalagi menolong. Doa dari orang-orang yang terselamatkan InsyaAllah dihijabah Allah.

Tapi sungguh akan lebih sempurna amalan itu jika dilakukan dengan hati yang tulus dan ikhlas :)

Jumat, 17 Mei 2013

r a i b

Ia melirik lalu raib tak berjejak
Singgah mengibas butiran kisah tak terdeflasi masa
Sebuah unsur tak berjiwa itu masih tertata dengan sangat rapi
Berjejer menyusun sesosok insan bak malaikat

Disini, mulai tersibak hakikat sesungguhnya
Namun kefanaan terus berupaya tak menggubris
Dia bukannya tak tau atau tak mau tau
Hanya saja jiwa itu masih terpaut pada kuasa Sang Maha

Narasi nyata bahkan tak membuktikan apa apa
Puing puing cerita usang menyeruak menebar sebias senyuman
Hati itu masih berdiri bagai tombak tanpa cacat
Ia mengimani sebuah nama telah terukir indah di lauhul mahfudznya.

***

Kamis, 16 Mei 2013

Sudah sampai manakah kita?

Assalamu'alaikum.
Haloo, salam mulia para muslim yang senantiasa istiqomah tuk memuliakan diri :')

Ah lama kali rasanya daku tak menyapa Anda sekalian melalui site cantik nan imut kek pemiliknya ini *ditabokin massa :))

Beberapa hari kemarin pas lagi liet liet beranda facebook, gak sengaja nemu sebuah akun yang menarik, dan nemuin sebuah picture yang yaaaaaah lumayan lah dipakai buat menilai diri sendiri.

This is it!!

Nah hayoo kita sudah sampai tahap yang mana?

***

"Ternyata saya masih sangat jauh dari syar'i" Itu kalimat pertama yang muncul di hatiku. Kemudian disambung dengan kalimat ke-dua "Alhamdulillah setidaknya saya tidak berada pada level terbawah"
Nah ini, sebenarnya kata-kata ini yang sering kali menjadi penghalang ketika ada niatan untuk memperbaiki diri. Kendala semacam ini muncul karena kita buat buat sendiri, berupaya membenarkan diri, membandingkan diri dengan sesuatu yang nyata nyata salah.

Aku interest banget sama suatu percakapan yang aku kutip dari sebuah link. Isi percakapnnya gini:

A : Mengapa gadis-gadis muslim menutupi tubuh mereka dan rambutnya?
B : (Mengambil dua permen, ia membuka yang pertama dan yang lain dibiarkan terbungkus. Dia melemparkan keduanya di lantai berdebu) Jika saya meminta Anda untuk mengambil salah satu permen, mana yang akan Anda pilih?
A : Tentu saja yang tertutup.
B : Itulah cara kami melihat wanita di islam. Dengan pakaian menutupi aurat, derajat perempuan islam lebih baik daripada tidak tertutup.

Subhanallah, beginiliah cara Islam memuliakan kita :)

Diberdayakan oleh Blogger.
Back To Top